JAKARTA – Pemerintah harus mempercepat reformasi struktural untuk meredam depresiasi rupiah, di antaranya dengan menekan ekonomi biaya tinggi, menaikkan harga BBM bersubsidi, dan mengubah format APBN agar pembangunan nasional lebih berorientasi ke desa, bukan kementerian/lembaga (K/L) seperti sekarang.
Menekan ekonomi biaya tinggi dapat dilakukan dengan mempercepat pembangunan infrastruktur, memangkas biaya birokrasi, dan menciptakan mata rantai industri dari hulu hingga hilir. Sedangkan penaikan harga BBM bersubsidi perlu dilakukan bertahap dan harus diikuti program jaring pengaman sosial agar tidak memberatkan masyarakat miskin.
Adapun mengubah orientasi APBN dari K/L ke perdesaan harus disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan masing-masing desa, dengan tetap mengusung kehati-hatian, akuntabilitas, transparansi, dan disertai pengawasan menyeluruh. Program minimal Rp 1 miliar per desa yang siap digulirkan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) harus menjadi langkah awal untuk mengubah orientasi pembangunan nasional itu.
Demikian rangkuman wawancara Investor Daily dengan Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Juda Agung, President Director Mark Asia Strategic Tunggul Guntur Pasaribu, ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam, pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, dan pengamat pasar uang Farial Anwar. Mereka dihubungi secara terpisah di Jakarta, akhir
pekan lalu.
Rupiah terus berfluktuasi dengan kecenderungan melemah di tengah menguatnya dolar AS terhadap hampir seluruh mata uang dunia. Berdasarkan data kurs tengah BI, rupiah pada Kamis (18/9) pekan lalu melemah ke level Rp 12.030 per dolar AS. Namun, menutup akhir pekan (Jumat, 19/9), rupiah menguat ke posisi Rp 11.985. more